Adit Setiawan merupakan mantan prajurit TNI AD yang
memutuskan untuk pensiun dini setelah bertugas selama 12 tahun. Keputusan itu
ia ambil semata-mata karena dirinya sadar tidak bisa menjalani tugas sebagai
anggota TNI dengan baik dan ingin fokus menjalani bisnisnya.
Ya, pria yang dulu bertugas di Kodim 0732/Sleman Yogyakarta
itu kini sukses menjalani usahanya dan memiliki pabrik plafon PVC dengan jumlah
karyawan sebanyak 300 orang. “Saya pensiun karena memiih fokus bisnis,” kata
Adit Setiawan.
Dikatakan Adit, keputusannya untuk mundur dari TNI menjadi
pilihan logis bagi, sebab ia tak mau membebani negara karena tidak lagi bisa
sepenuh hati menjalankan tugas negara.
“Saya termasuk dholim, jahat terhadap negara bila terus bertahan sebagai tentara sementara sebagian
besar waktu saya untuk pekerjaan di luar dinas,” ungkapnya.
Menurutnya, keputusan yang ia ambil sempat tidak diterima
oleh orangtuanya. Itu lantaran, menjadi TNI merupakan cita-citanya sejak masih
kecil. Namun bapak ibunya akhirnya legowo mau menerima setelah melihat
perkembangan bisnis yang dirintis Adit tumbuh pesat dan menghidupi banyak orang
yang ikut bekerja mencari nafkah di dalamnya.
Dan, karena orangtuanya sudah merestui, pria kelahiran
Minggir, Sleman itu mengaku tenang bekerja menjalankan bisnis setelah kedua
bapak ibunya merestuinya untuk fokus menjalankan bisnis.Adit adalah owner PT
Indonesia Plafon Semesta.Perusahaan ini secara khusus memproduksi plafon PVC.
Meski dalam dunia industri interior, PT Indonesia Plafon
Semesta masih tergolong pendatang baru. Namun, perusahaan ini telah menorehkan
prestasi yang fantastis. Melesat dengan cepat menjadi salah satu penguasa pasar
plafon PVC di dalam negeri.
Indofon adalah salah brand plafon PVC yang menjadi merek
unggulan yang diproduksi. “Alhamdulillah
perusahaan kami di posisi enam besar bersaing dengan perusahaan yang rata-rata
modal asing,” kata Adit Setiawan SH MH, sang pemilik perusahaan.
From zero to Hero.Ini mungkin gambaran yang tepat untuk
menggambarkan perjalanan bisnis pria yang akrab disapa Adit ini.Ia benar benar
mengawali dari nol lalu tumbuh menjadi pengusaha papan ataas yang menguasai
pasar.
Karir bisnis pria
kelahiran Agustus 1989 tersebut memang sedang bersinar terang. Satu hal yang
menarik ,dalam tempo belum genap empat tahun, ia berhasil membangun dua pabrik
yang berlokasi di Bogor dan Yogya. Tahun 2019, ia membuka pabrik di
Gunungsindur,Bogor, dan pertengahan tahun 2022 ini, ia melakukan soft opening
untuk pabrik barunya di kawasan Industri Tuksono, Kulonprogo (DIY).
Untuk mendirikan kedua pabrik berikut mesin produksinya,
Adit Setiawan menghabiskan dana investasi mencapai puluhan milyar rupiah. Yang
patut diacungi jempol, dana investasi yang lumayan besar tersebut bukan dari
investor maupun lembaga perbankan. Modalnya dana pribadi dari pendapatkan usaha
yang sudah dijalankannya. “Dana investasi murni dari pendapatan hasil usaha,”
ucap Adit Setiawan yang alumni SMA I Godean Sleman ini.
Perusahaan yang dikelola Adit Setiawan tersebut, memang
bergerak dalam industry plafon berbahan
baku PVC (Poly Vinyl Clorida). Lebih dari sepuluh brand yang diproduksi dari
pabrik yang sama. Selain Indofon ada Plafindo,Jaguar, Fonda, Viston, Inco,
Garuda dan Aveon.
Pembuatan banyak merek tersebut, ternyata menjadi strategi
bisnis untuk bisa terus menguasai pasar. Untuk memasarkan produknya selama ini
menggunakan system distributor di setiap kota. Seorang distributor hanya bisa
memasarkan satu brand saja. Karena itulah sangat memungkinkan produk PT
Indonesia Plafon Semesta bisa menguasai sebuah kota dengan banyak brand
tersebut. “Kami sengaja menciptakan merek lain untuk menguasai pasar,” jelas
Adit Setiawa seperti dikutip dari yogyapos.com.
Selama ini, Adit memasarkan produknya lewat jalur distributor yang mencapai 70 persen dan jalur proyek pemerintah 30 persen.
Saat ini sedikitnya ada 300 diistributor yang tersebar dari Aceh hingga
Papua. Sementara itu, ada 25 kantor
cabang diberbagai propinsi. Kantor cabang tersebut merupakan gerai resmi
perusahaan.“Distributor beli putus produk kami,” ungkapnya.
Menurut pria yang akrab disapa Adit ini, ia muncu disaat
yang tepat ketika produk plafon PVC mulai booming di negeri ini. Sebenanrya
produk plafon pvc sudah dikenal dikenal di China sejak tahun 1990 dan mulai
dikenal di Indonesia sejak 2003 oleh Sunda Plafon. Namun respon pasar terbilang
lambat karena masyarakat masih meragukan kualitas.
Kasus plafon pvc mirip dengan rangka baja ringan, yang pada
awalnya diremehkan karena berbagai kekawatiran yang terkait dengan faktor
keamanan. Setelah baja ringan terbukti aman kini masyarakat berebut untuk
memakainya.
“Untuk plafon PVC kita tak perlu edukasi pasar, pada
akhirnya masyarakat akan mencarinya dan sekarang sudah terbukti sejak 2016
mulai banyak yang beralih ke plafon pvc,” jelas Adit.
Dari sisi waktu, cara Adit Setiawan menjalankan bisnis
terbilang fenomenal. Seperti kisah dongeng Bandung Bondowoso yang hanya dalam
waktu semalam bisa mendirikan Candi Prambanan. Pada umumnya untuk membangun
bisnis manufaktur,dari perencaan sampai pabrik jadi seorang pengusaha membutuhkan
waktu 5-6 tahun.Sementara pria bergelar master hukum ini, hanya butuh waktu
setahun. Tahun 2018 merintis, tahun 2019 punya pabrik sendiri.
Pada awal merintis,
Adit Setiawan tidak melewati proses analisa bisnis yang jlimet. Apalagi
melalui survai market dan sebagainya. Bahkan pada awalnya, ia merasa masih
asing dengan produk plafon PVC yang ditanganinya dan kini menjadi produk laris
manis di pasaran. Konsumen harus antri. “Kapasitas produksi kami masih jauh
dibawah kebutuhan pasar, “ Adit menjelaskan.
Saat mengawali bisnis, Adit ternyata masih berstatus tentara
aktif.Sejak kecil cita-citanya memang ingin menjadi tentara. Setelah
berkali-kali gagal tes masuk, tahun 2010 diterima dan ditempatkan di Tegal,,
Jateng. “Saya ikut tes enam kali baru diterima jadi tentara, saya terobsesi
seperti kakak saya yang jadi polisi, tapi saya pilih tentara,” ungkapnya.
Sebenarnya Adit memiliki mimpi menjadi dosen hukum militer.
Karena itulah, setelah diterima di intitusi TNI AD, ia langsung daftar kuliah
di Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Ia akhirnya meraih gelar
sarjana dan master hukum hingga berhak menyandang titel SH, MH dibelakang namanya.
Namun impian menjadi dosen hukum militer terpaksa harus dia
urungkan.Dalam perjalanan karirnya sebagai seorang tentara, dia berada di
persimpangan jalan antara melanjutkan karir di TNI atau fokus menjadi
entrepreneur.Setelah sepuluh tahun berdinas, Adit Setiawan dengan berat hati
mengundurkan diri dari TNI.
“Sejak bulan Mei lalu, saya sudah tidak berkarir sebagai
tentara lagi,” ungkapnya.
Meski sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai tentara,
semangat mencari peluang bisnis tak pernah habis.Malah justru makin menggebu
dalam jiwa Adit Setiawan.Semangat itu, ternyata sudah terbangun sejak masih
sekolah.Sejak SMP di Godean, Ia belajar mendalami dunia internet dalam rangka
bisa menguasai bisnis online. “Ketika kawan seusia saya waktu SMP sibuk bermain
PS, saya justru belajar berbagai program untuk website dan sebagainya,”
ungkapnya.
Agar bisa membangun jaringan bisnis yang lebih luas, Adit
Setiawan bergabung ke HIPMI Semarang. Dari sinilah ia mendapatkan relasi
pertemanan dari para pelaku bisnis di ibukota Jateng tersebut. Dan pertemanan
inilah yang kelak sangat membantu kelancaran bisnisnya.
Pria kelahiran Agustus 1989 ini, merasa bersyukur ketika
tahun 2017 dipindah tugaskan ke daerah asalnya tepatnya di Kodim Sleman.
“Setelah pindah di Jogja saya merasa enjoy dan
tidakingin pindah tugas ke lain kota saya bisa fokus membangun bisnis,”
tuturnya.
Adit Setiawan sempat tertarik untuk meneruskan usaha
orangtua yang punya usaha penggilingan beras.
Setelah sempat berjalan kurang dari setahun, ia harus meninjau ulang
keinginnya menjadi juragan beras. Setelah dipertimbangkan, peluang bisnis beras
untuk menjadi besar sangat kecil.
Apalagi marginnya minim hanya kisaran 7 persen.
Ia berpikir keras untuk mendapatkan ide bisnis baru. Setelah
berdiskusi dengan beberapa rekannya , ia mendapatkan masukan mencoba
menjalankan bisnis plafon PVC. Plafon yang terbuat dari bahan Poly Vinyl
Clorida tersebut masih belum cukup populer di Indonesia tapi memiliki peluang
pasar yang bagus.
Meski merasa asing dengan istilah plafon PVC, dia merasa
tertarik untuk mencoba.“Saya belum paham produk ini, tapi kata kawan-kawan
prospeknya masih bagus saya jadi tertarik,” tambah alumni fakultas Hukum UMY
ini.
Adit punya cara yang simple untuk membuktikan apakah plafon
PVC memang benar-benar menjadi produk yang marketable atau tidak. Singkat
cerita, ia mencoba melihat potensi pasar dengan cara beriklan. Semua jenis
marketplace online yang gratis dan
berbayar ternasuk google ads dia manfaatkan. Intinya dia menawarkan jasa
pemasangan plafon PVC.
Selama dua pekan, ia memblouw up iklan tersebut. Hasilnya
ternyata di luar dugaan. Ia berhasil membuktikan informasi dari kawannya. Ia
merasa puas ketika respn konsumen ternyata positif dengan banyaknya yang
berminat menjadi konsumen.
Daftar calon konsumen inilah yang menjadi modal awalnya
memasuki dunia bisnis plafon PVC. Setelah paham karakteristik produk yang akan
dijual. Adit mulai melayani satu demi satu konsumen yang telah mendaftar. Yang
membuatnya makin tertarik, ternyata ia tidak menemukan produk tersebut di area
DIY, artinya plafon PVC masih menjadi barang baru yang bisa dikelola menjadi
ladang bisnis. “Saya belanja barangnya di Solo dan Semarang,” tandasnya.
Untuk meyakinkan bahwa produknya memang berkualitas, Adit
merasa perlu untuk uji coba pasang di rumah sendiri.Selain belajar teknik
pemasangan, bisa menjadi contoh bila ada konsumen yang ingin melihat langsung.
Sebagai pendatang baru, Adit lebih fokus ke aplikator dengan
menawarkan jasa pemasangan.Ia menyiapkan tukang yang sudah berpengalaman di
bidang plafon.Target awalnya melayani konsumen yang terjaring lewat iklan di
medsos. Dari sinilah ia mendapatkan keuntungan yang kemudian digunakannya untuk
belanja langsung ke pabrik plafon.
Awal 2018 Adit mendapat kepercayaan menjadi distributor dari
plafon pvc di Tangerang, setelah belanja
sebanyak 1 kontainer senilai Rp 300 juta. Ia memegang wilayah Yogya dan
sekitarnya. Ternyata dalam tempo tiga dua bulan, barang habis.“
Yangmborong justru kebanyakan orang
luar Jogja dari Magelang Temanggung dan
sekitarnya,” jelas Adit.
Begitu melihat peluang market yang sangat besar dalam bisnis
plafon PVC, Adit langsung gerak cepat dengan mendirikan PT. Indonesia Plafon
Semesta. Sebelum akhirnya memiliki pabrik sendiri, ia memesan plafon PVC ke
sebuah pabrik di Tangerang dengan merek Indofon. Ia juga memasukan produknya
lewat E-Katalog LKPP. “Ini merek kami sendiri,” paparnya.
Dengan merek sendiri tersebut, Adit lebih bersemangat
memasarkan produknya.Ialangsung tancap gas dengan promo online.Keberuntungan
rupanya memang berpihak pada Adit Setiawan.Saat pertama kali terjun dalam
bisnis plafon, hampir bersamaan dengan masa rekontruksi gempa Lombok, NTB.
Dengan terdaftar di E Katalog, ternyata membuat informasi
produk Indofon dengan mudah dikenal para kontraktor yang menangani proyek di
Lombok. Karena itulah, Indofon menjadi produk utama plafon PVC yang dipasang di
gedung-gedung pemerintah yang sedang dibangun kembal, mulai perkantoran, rumah
sakit, kantor polisi bahkan berlanjut sampai RS International Mandalika dan
sirkuit Mandalika.
Dari proyek gempa Lombok yang nilainya mencapai ratusan
milyar tersebut, Adit mengaku bisa menyisihkan keuntungan yang lumayan. Dari
sinilah, ia bisa mendirikan pabrik plafon PVC sendiri. Pabrik pertama dibangun
tahun 2019 di Bogor ini menghabiskan dana sekitar Rp 20 millyar.
Keberhasilan menggarap proyek rekontruksi Lombok menjadi
portofolio yang membawa nama Indofon makin dikenal di kalangan pemilik proyek. Karena
kepercayaan yang telah tertanam, Indofon bisa diterima di kota-kota lain di
seantero negri.Hal ini bisa dilihat dari daftar pekerjaan yang dilayani.
Sebagai gambaran, produk Indofon telah menjadi bagian tak
terpisahkan dari gedung-gedung tinggi di Jakarta, mulai dari apartemen hingga
rumah sakit Koja, Jakarta Utara. Di Jawa Tengah, diaplikasikan di ratusan
sekolah dan gedung DPRD propinsi.
Menurut Adit, kepercayaan para kontraktor untuk menggunakan
produk Indofon ternyata bukan semata karena standar kualitas semata, tapi ada
faktor lain yang terkait kemampuan finansial untuk membiayai proyek. Untuk
proyek besar membutuhkan modal yang besar juga. Untuk satu proyek nilainya bisa
mencapai ratusan juga hingga puluhan milyar rupiah. Sementara sistem pembayaran
berdasarkan termin.
Dengan nilai yang besar tersebut, jarang ada kontraktor yang
siap menjadi pelaksana proyek. Kalapun ada kemampuan modalnya sangat terbatas
hanya kisaran ratusan juta rupiah saja. Hal lain yang ditakutkan adalah
pekerjaan tidak terbayar karena uang dibawa lari oknum pemborong.
Kelebihan yang dimiliki Indofon, pemilik perusahaan siap
membiaya seluruh proyek, dan siap menghadapi resiko yang harus dihadapi.“Kami
siap back up pekerjaan yang nilainya sampai 30 milyar,” ungkap Adit.
Selama menjalankan proyek pemerintah, Adit juga menghapi
resiko pekerjaan tidak terbayar karena berbagai hal, termasuk duit dibawa lari
kontraktor. Bahkan pertahun rata-rata dana yang hilang karena tidak terbayar
bisa mencapai Rp 3 milyar.
Kenyataan tersebut tidak membuat Adit mundur selangkah.
Meski kehilangan dana milyaran tersebut, ia mengaku tidak mengalami kerugian.
“Proyek tetep untung tapi keuntungan kami berkurang, ya tapi itulah proses yang
harus dijalani,” lanjut Adit.
Dengan banyaknya proyek yang dijalankan tentu saja makin
banyak pundi’pundi rupiah yang dihasilkan. Dan hasilnya, Adit kembali membangun
pabrik baru di kawasan industry Tuksono
Kulonprogro (DIY). Pabrik yang sudah soft opening pertengahan tahun 2022
tersebut sudah berproduksi dengan tiga mesin produksi dengan investasi puluhan
milyar.
Menurut Adit, pembangunan pabrik baru merupakan solusi untuk
terus menambah kapasitas produksi guna memenuhi permintaan pasar. Ia mengaku
permintan terus naik tapi belum bisa terpenuhi karena keterbatasan kemampuan
produksi. “Kami sampai kerja 24 jam nonstop,” lanjutnya.
Karena tingginya permintaan tersebut, untuk mendapatkan
produk Indofon harus antri dan inden selama dua pekan.Sebagai gambaran, untuk
pabrik yang di Sentolo, saat ini permintaan pesanan rata-rata 54 truk perbulan,
tapi kapasitas produksi baru mencapai 20 truk saja. “Kami akan terus nambah
kapasitas produksi sampai hingga waktu
inden bisa lebih cepat, “ ungkap Adit.
Seperti dijelaskan Adit, pasar plafon PVC masih sangat
terbuka lebar.saaMakin banyak konsumen yang beralih ke plafon PVC karena memang
memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis plafon lain seperti gypsum.
Selain lebih ringan, tentu lebih sehat karena materialnya bebas jamur dan
asbes. Apalagi ada aturan dari pemerintah yang
mendorong penggunaan plafon PVC karena relative lebih aman saat terjadi
gempa.
Sebagai seorang entrepreneur, Adit sangat visioner.Sejak
awal berusaha menjalankan perusahaan dengan manajemen profesional.Salah satunya
dengan meraih sertifikat ISO.Sebenarnya ada upaya untuk mendapatkan SNI.“Tapi
sampai sekarang pemerintah belum memiliki acuan untuk SNI produk plafon PVC,”
tuturnya.
Sebagai pasar yang menjanjikan, Adit mengaku terus fokus
menggarap proyek pemerintah. Untuk itu, ia telah menyiapkan tim yang dinilainya
cukup tangguh dan profesional. Saat ini, ia memiliki 30 tim teknis yang
menangani proyek pemerintah. Setiap tim beranggotakan 3-4 orang inti. Mereka
terdiri dari drafter, marketing dan surveyor.“Untuk proyek pemerintah kami
pusatkan di Jogja,” tuturnya.
Untuk menjaga loyalitas
Tim yang tersebar di berbagai kota, Adit menerapkan aturan untuk tidak
menerima pekerjaan dari luar perusahaan.
Sebagai konsekwensinya, ia menjanjikan keberlanjutkan pekerjaan. “
Mereka kami jamin selalu ada pekerjaan, karena itulah mereka siap bila
dibutuhkan menggarap proyek dimanapun,”
tandas Adit.
Menurut Adit, kunci
keberhasilan bisnisnya terletak pada manajemen. Seorang pengusaha harus
paham manajemen.Tanpa paham manajemen tidak akan bisa menciptakan system. Ia tidak
harus menguasai bisnis yang dijalankannya yang penting bisa mengelola sumber
daya manusia yang paham dengan bisnis tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar